BERITA UTAMADonggalaLINTAS SULTENG
Aksi “Koboi” Oknum Polisi Bikin Trauma Dua Bocah
BIDIKSULTENG.COM, DONGGALA- Isteri dan keluarga Chandra menyesalkan tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian dari Polsek Sindue bersama Satuan Reskrimum Polres Donggala saat datang ke rumahnya pada 5 Agustus 2020 lalu. Dimana polisi mestinya dapat menggunakan cara-cara yang lebih elegan, tidak menggunakan kekerasan hingga membuat trauma berat bagi keluarga dan kedua anaknya.
“Kita sangat menyesalkan dan menyayangkan hal itu terjadi. Kita minta pihak kepolisian agar lebih soft dan lebih memilih cara-cara yang santun, bukan bertindak arogan, brutal ala “koboi” sambil menembak di dalam rumah. Sehingga menimbulkan kepanikan dan trauma bagi anak-anak saya di dalam rumah,” Kata Yunitasari yang di dampingi pengacaranya Abd. Haris Dg Nappa, Sabtu (5/09/2020).
Yunita menceritakan kronologis kejadian yang penangkapan Chandra (suaminya) yang di perlakukan mirip seorang teroris, berawal dari 6 oknum polisi datang ke rumahnya dengan menumpang mobil Toyota Avanza pada 5 Agustus 2020 sekitar jam 15:00 Wita. Kebetulan suaminya sedang bekerja di depan rumah membuat teralis jendela, dan menyambut para polisi itu dengan ramah untuk diajak masuk ke dalam rumahnya.
Di ruang tamu, seorang polisi lantas menyodorkan secarik kertas yang ternyata merupakan surat perintah penangkapan kepada Chandra. Dan setelah membaca surat penangkapan itu tertanggal 3 Agustus 2020, yang dimana di dalamnya tertulis dirinya di tetapkan sebagai tersangka dan akan di tangkap untuk di bawa ke Mapolres Donggala. Terang ibu dua anak tersebut.
“Suami saya di kasi selembar surat, begitu dia baca kaget kalo dirinya jadi tersangka dan akan di bawa ke Polres Donggala untuk ditahan. Jadi suami saya minta penjelasan kepada polisi soal surat itu, tapi tiba-tiba saja oknum polisi yang duduk di samping nya memiting lehernya dengan kuat dan yang lain menarik tangan suami saya untuk di seret keluar dari rumah.” Cerita Yunitasari.
Namun lanjutnya menjelaskan, melihat situasi yang semakin tidak terkendali suaminya berusaha lepas dari cengkeraman polisi dan Chandra lari ke dapur serta mengunci pintu untuk menghindari kontak fisik dan ancaman tembakan dari para polisi itu. Karena ada seorang oknum polisi sudah melepaskan tembakan berkali-kali didalam rumah.
“Saya sampe jatuh dan tersungkur bersama kedua anak saya yang masih kecil, ibu mertua saya juga jatuh terpelanting di dalam rumah karena di seruduk polisi hingga kakinya luka. Saya juga luka-luka karena terjatuh oleh dorongan polisi untuk melindungi dua anakku yang sudah menangis histeris karena ketakutan melihat aksi para polisi yang beringas dan suara lantang serta letusan senjata api dalam rumah.” Beber Yunita.
Beruntung saja Kepala Desa Oti cepat datang ke rumah kami, kata Yunita melanjutkan, sehingga suasana yang awalnya tidak terkendali atas tindakan brutal sejumlah oknum polisi yang sudah mengepung rumah dan sempat mengancam keselamatan kami dan anak-anak di dalam rumah bisa teratasi. Dan Chandra akhirnya bisa di bawa pihak keluarga menuju Mapolres Donggala dengan di kawal polisi.
Dan sejak diantar ke Mapolres Donggala sampai sekarang ini, kami keluarga tidak bisa menemui Chandra yang di tahan di markas polisi itu. Karena polisi beralasan situasi pandemic Covid-19 dan protocol kesehatan melarang keluarga untuk bertemu langsung Chandra di Mako Polres Donggala. Ujarnya dengan nada sedih.
Akibat dari kejadian itu papar Yunita, dua anaknya sekarang alami trauma dan tidak mau tinggal di rumah kediamannya di Oti, Sindue Tobata. Putri sulungnya yang berumur 8 tahun dan masih duduk di bangku kelas III SD itu, sering terlihat ketakutan. Begitu pula putranya yang masih berumur 3 tahun ini, juga alami trauma berat akibat insiden lalu itu dan kami juga sudah laporkan ke Polda Sulteng terkait tindakan anak buahnya yang sangat berlebihan itu. Pungkasnya.
(Wies)