BERITA UTAMALINTAS SULTENGLIPUTAN KHUSUSMorowali UtaraPaluSOROTAN
PT ANA Di Duga Serobot Lahan Petani Petasia Timur
Bidiksulteng.com,PALU- Serikat Petani Petasia Timur menuntut agar tanah mereka luas sekitar 700 hektare (Ha) diserobot oleh PT. Agro Nusa Abadi (ANA) dikembalikan.
Selain itu mereka juga menolak pernyataan pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Morowali Utara (Morut) menyatakan bahwa kehadiran PT. ANA membawa kesejahteraan bagi masyarakat Morut. Justru kehadiran PT. ANA para petani ada dikriminalisasi dan dipenjarakan.
Perwakilan petani desa Bungintimbe Ambo Endre mengatakan, mereka masih melakukan perlawanan terhadap PT. ANA telah merampas tanah-tanah petani.
“Tanah-tanah orang tua kami ,” kata Ambo Endre di Kantor KOMNAS HAM Sulteng, Jalan Suprapto, Kota Palu, Senin (14/11).
Ia mengatakan, tanah itu merupakan sumber penghidupan warga sejak 1993. Tapi secara brutal sejak masuknya PT. ANA 2006 merampas dan paling menyakitkan Pemda Morowali Utara menyatakan sangat mengapresiasi keberadaan PT. ANA telah membawa kesejahteraan masyarakat Morut.
Namun kata dia, mereka merasakan sebaliknya , intimidasi dan kriminalisasi dari aparat polres Morut.
” Saya sendiri sudah dilaporkan di Polres Morut , bahkan sudah ada saudara kami yang diproses hukum dan mendapat vonis pidana penjara, tapi belum berkekuatan hukum tetap (inkra) sebab masih dilakukan upaya hukum kasasi,” ucapnya sambil terisak.
Ia juga mempertanyakan legalitas PT.ANA menyatakan telah sesuai prosedur dan aturan serta memiliki kelengkapan dokumen. Padahal hasil rekomendasi Ombudsman Sulteng 2018, secara tegas di pembaharuan izin lokasi (Inlok) disebutkan maladministrasi.
” Dengan adanya Maladministrasi berarti PT. ANA tidak memiliki legalitas apa-apa, tapi faktanya sampai sekarang masih beroperasi dan melakukan perampasan-perampasan terhadap lahan-lahan petani,” bebernya.
Hal sama disampaikan perwakilan petani dari desa Tompira H.Awaludin dan Hasmia menuntut bagaimana hak-hak mereka bisa dikembalikan.
Sebab kata dia , mereka memiliki bukti-bukti seperti tanaman kelapa dan pondok-pondok belum dibongkar sebelum masuknya PT.ANA. Olehnya mereka menuntut Pemprov Sulteng bagaiamana hak-hak mereka bisa dikembalikan.
Advokasi Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Provinsi Sulteng Noval Saputra mengatakan , kedatangan mereka ke KOMNAS HAM Sulteng mempertanyakan tindak lanjut perihal surat mereka masukan meminta KOMNAS HAM Sulteng memfasilitasi petani dengan para pihak guna membicarakan nasib mereka (petani) diatas tanahnya untuk mencarikan solusi , supaya konflik -konflik agraria tidak berkepanjangan.
” Sebab habis energi mereka berhadapan dengan hukum , disaat yang sama juga menghidupi keluarga,” katanya.
Olehnya Ia berharap hal ini menjadi perhatian khusus KOMNAS HAM agar petani tidak berlarut-larut mendapat intimidasi dan kriminalisasi.
” Sebab petani ini sudah membuka ruang dan komunikasi dengan para pihak,” ucapnya.
Ia juga menyoroti hak guna usaha (HGU) tidak dimiliki PT.ANA , lalu kemana pajak mereka bayarkan. Setahu mereka PT. ANA hanya memiliki Inlok , dalam Permen ATR/BPN Inlok hanya sekali terbit dan diperpanjang satu tahun. Sekarang ada tiga kali Inlok PT.ANA.
Untuk itu kata dia, mereka berasumsi ada semacam produk tata negara tidak sesuai prosedur diterbitkan. Hal itu mereka temukan saat membaca surat Polres Morut yang membalas surat KOMNAS HAM, atas laporan mereka , yang mana para petani dipenjara kurang lebih 56 hari dikeluarkan demi hukum.
” Sebab tidak memenuhi syarat dilanjutkan ke kejaksaan,” pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Humas PT. ANA , Doddy mempertanyakan bukti dasar kepemilikan seperti apa yang di klaim seluas 700 ha tersebut. Apakah ada legalitas serta dasar hukumnya sehingga perusahaan di katakan melakukan penyerobotan?
Terkait dikatakan PT.ANA tidak memiliki legalitas atas pengelolaan lahan perkebunan sawit . Doddy mengklaim dokumen mereka sudah lengkap.
” Syarat pengurusan kami sudah lengkap cuma tertahan oleh issue claimer yang mengaku mempunyai tanah hingga ribuan hektar. Kami bingung karena bukti pengelolaan dan saksi-saksi lapangan terkait pengelolaan ribuan hektar itu tidak ada,” ujarnya.
Ia menyebutkan, adapun surat yang terbit pemerintah juga bingung bagaiman bisa terbit sebanyak itu dan apa landasan hukumnya.
” Semua kami serahkan kepada pihak yang berwenang melakukan penyelesaian berdasarkan hukum yang berlaku di Negara kita, keputusan pemerintah sudah ada dengan terbitnya diskresi bupati Morut, Secara prosedur kami taat dari sejak awal mulainya berinvestasi, dan kehadiran kami diketahui oleh seluruh pihak, ” ucapnya.
” Jadi pertanyaan kami kenapa setelah sekian lama baru mencuat sekarang,” imbuhnya. (ID)